Khamis, 3 Mac 2011

Mubarak Terguling, Israel Tergamam

P/S: Edisi Bahasa Indonesia

Hosni Mubarak
Mundurnya Presiden Mesir, Husni Mubarak dari kursi kekuasaannya, masih mengkhawatirkan para pemimpin Israel. Apa lagi jika pemimpin ikhwanul Muslimin -yang dilarang oleh pemerintah- mendapat kesempatan untuk berkuasa, Israel takut kepentingannya dengan Mesir akan terganggu.

Sebelum Mubarak terguling dari kekuasaanya, secara eksplisit Israel teah mendesak negara-negara Barat-terutama AS-agar tidak meninggalkan pewaris Anuar Sadat itu. Israel berdalih, walau rezim Mubarak itu tidak populer, namun mitra yang sangat penting untuk melindungi kepentingan Israel dan Barat di wilayah itu.

Israel ingin melihat rezim yang baru di Kairo pasca Mubarak, mempertahankan perjanjian damai Israel-Mesir, menahan diri agar tidak di mengganggu kebijakan Israel terhadap warga Palestina, dan mengawasi pengaruh Islam di wilayah Teluk.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, khawatir jika dikemudian hari Mesir jatuh ditangan kelompok Islam Radikal.
"Mesir bisa memilih negara dengan reformasi sekuler. Namun ada kemungkinan lain, bahwa ada kelompok Islam akan memanfaatkan situasi untuk mendapatkan kekuasaan yang menyebabkan kemunduran." ujarnya. (Cuba fikir balik, Islam tak pernah membina tamaddun dan empayar ke?)
Benjamin Netanyahu
Netanyahu juga agak ngeri bila Mesir menjadi Republik Islam seperti Iran. Ia berharap agar hal ini tidak terjadi dan Mesir akan mengikuti jejak Turki, melestarikan ikatan formal dengan Israel, dalam hubungan diplomasi, hubungan udara dan perdagangan. Skenario terbaik bagi Netanyahu adalah jika Mesir menjadi seperti Turki sebelum era Edorgan, sebuah negara yang pro-Amerika dan dikontrol oleh militer.

Mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, Gabi Ashkenazi, bahkan secara tegas mengatakan revolusi yang terjadi di Mesir saat ini  adalah merupakan bukti nyata kedatangan kaum ekstrimis. 
"Dan Israel harus bersiap-siap untuk berperang" Tegasnya

Shaul Mofaz
Shaul Mofaz, salah seorang pemimpin partai Kadima, menyuarakan ketakutannya bahawa kerusuhan di Mesir dapat menciptakan efek domino di wilayah tersebut. 
"Dalam peristiwa yang terjadi kebelakangan ini, proses pendamaian perlu di tingkatkan. saya percaya dalam proses pendamaian , dan waktu bergerak mengarah ke Israel dan Palestina. Kita harus memasuki perbicaraan langsung tanpa pra-kondisi dengan Palestina," kata Mofaz

Seperti para pemimpin Israel yang lainnya, Mofaz secara luas di anggap sebagai penjahat perang dalam pembunuhan dan pembantaian ribuan anak-anak Palestina di jalur Gaza, ketika ia menjabat sebagai kepala staf dan menteri pertahanan Israel.

Ephraim Sneh
Mantan Wakil menteri Pertahanan Israel, Efraim Sneh, juga bekas pemimpin partai Buruh , mengingatkan bahawa kemungkinan kian dekatnya Mesir ke Jalur Gaza. walaupun konfrontasi militer baru dengan Mesir masih jauh, kata dia, Israel harus mengingatkan kemungkinan dekatnya Mesir tidak akan seperti sebelumnya. 
"Rezim yang kita kenal sekarang sudah tidak ada lagi. Tak peduli rezim apa yang mengambil alih kekuasaan, tingkat komitmen terhadap perjanjian pendamaian dengan Israel akan lebih rendah." Ujarnya.

Shimon Peres
Sementara itu, Presiden Israel, Shimon Peres tetap memuji Mubarak yang beramai dengan israel. bagi Peres, Rezim pro-pendamaian yang tidak demokratis lebih baik dari kepentingan Israel ketimbang rezim anti pendamaian yang demokratis. 
"Terlepas dari Presiden Mubarak, saya mengenalnya selama bertahun-tahun. dan saya akui dialah yang menyelamatkan banyak nyawa dengan mencegah perang di Timur Tengah, Arab dan Israel." katanya

Peres menafikan kemampuan rakyat Mesir untuk mengubah negaranya yang belih demokratis di mana pemerintah bertanggungjawab keatas rakyat. 

Ikhwanul Muslimin
"Pemilihan Umum ni Mesir berbahaya. haruskah Ikhwanul Muslimun terpilih, padahal takkan membawa pendamaian...Demokrasi tanpa pendamaian bukanlah demokrasi. kami takut ada perubahan dalam pemerintahan tanpa adanya perubahan pada akar masalah yang menyebabkan situasi tersebut terjadi," tegasnya.
Seperti para pemimpin Israel lainnya, Peres nampaknya menyamakan penerimaan kelanjutan pendudukan Israel di wilayah Palestina dengan keinginan pendamaian yang murni. Peres, sebagaimana rekan-rekannya yang lain, juga dianggap sebagai penjahat perang atas perannya dalam pembantaian Qana di Lebanon Selatan pada musim semi 1996.

Ketika menjabat sebagai Perdana Menteri Israel, Ia memerintahkan pasukannya untuk membombandir warga sipil Lebanon untuk mencari perlindungan di markas pasukan penjaga keamanan pendamaian PBB di desa Qana. Lebih 100 warga sipil tak berdosa menjadi korban pembantaian.

Ehud Barak
Menteri Pertahanan Israel, Ehud Barak juga Khawatir dengan potensi Ikhwanul Muslimin dalam pemilu (pemilihanraya umum), namun ia melihat tidak adanya ancaman pada hubungan Israel-Mesir.
"Saya tidak berpikir bahwa hubungan Israel dan Mesir berada dalam risiko atau akan ada risiko yang menunggu kami." Katanya.
Walau mengetahui bahwa IM bukanlah pemicu protes yang melengserkan Mubarak, namun Ehud Barak tak menampik jika negaranya khawatir kelompok tersebut akan memperoleh tempat yang lebih baik dan memenangkan pemilu di Mesir. 
"Cepat atau lambat, kelompok yang terkoordinasi dan memiliki fokus, siap untuk membunuh atau di bunuh bila perlu, akan mengambil alih kekuasaan...Ini harus di hindari di Mesir karena dapat menciptakan kekacauan bagi seluruh kawasan," tegasnya
Shoukry
Seolah dapat menangkap kekhawatiran , Duta Besar Mesir untuk AS, Sameh Shoukry, menyatakan perjanjian pendamaian Mesir-Israel akan tetap berlaku karenatelah memberikan manfaat pada negaranya kepada 30 tahun. Shoukry memperkirakan hal itu tetap berlaku seperti yang telah dinyatakan oleh para pemimpin militer di Kairo. 
"Kita telah mendapatkan keuntungan dari perjanjian pendamaian tersebut. Kita dapat menciptakan keamanan dan stabilitas di kawasan dan saya yakin itu adalah elemen utama dalam kebijakan luar negeri kami." kata Shoukry
Shoukry juga menegaskan negaranya tetap memiliki kepentingan untuk berhubung dengan AS dan Washington juga dapat mengandalkan dukungan Kairo di kawasan. "Hal ini di dorong oleh kepentingan bersama, yaitu kepentingan Mesir dan kepentingan pihak lain yang tetap memiliki hubungan dekat dengan AS."
HAMAS

Sementara itu, kelompok pejuang Palestina, HAMAS, memuji pengunduran diri Mubarak  dan menyebutkan langkahnya itu sebagai langkah awal kemenangan Revolusi Mesir. 
"Kami memandang pengunduran diri Presiden Mubarak menjadi awal kemenangan revolusi Mesir yang kami dukung sepenuhnya." kata jurubicara HAMAS, Sami Abu Zuhri.

HAMAS menyeru militer Mesir agar menjamin tuntutan rakyat dan tidak membiarkan mereka tersesat, serta mendesak pimpinan baru Mesir untuk mencabut blokade terhadap jalur gaza. Selain itu, HAMAS juga meminta Mesir agar segera membuka terminal Rafah yang telah ditutup sejak beberapa tahun. Sehingga menyebabkan ribuan warga Palestina terjebak di gaza dan menahan ratusam warga lainnya untuk kembali ke negara mereka.

Di lain pihak, Israel berharap agar Mesir dapat memastikan bahwa tidak ada lagi senjata yang di seludupkan ke jalur Gaza yang dikuasai oleh HAMAS. dan dalam jangka masa yang panjang, Israel juga khawatir jika rezim baru di Mesir mungkin akan lebih teliti dalam membuat perhitungan dengan Israel atas setiap perlanggaran Perjanjian Camp David, seperti perluasan permukiman Yahudi dan kemungkinan kumatnya Israel untuk menyerang Gaza.

Foto-foto sewaktu Revolusi Mesir:




Sumber:

  1. Majalah SABILI
  2. AFP
  3. Al Ahram
  4. Reuters

Tiada ulasan: