Selasa, 6 November 2012

Al-Quran Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan


Al-Quran telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan manusia tentang arti kehidupan yang mempunyai arti yang sangat berharga bagi sesiapa yang mengikutinya. Al-Quran adalah sumber ilmu pengetahuan yang sesuai mengikuti perkembangan zaman. Al-Quran tetap dipelihara dan ianya telah dijanjikan oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman:

 
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ  
“Sesungguhnya Kamilah Yang menurunkan Al-Quran, dan Kamilah Yang memelihara dan menjaganya.” (QS: Al-Hijr: 9)
            
Al-Quran adalah mukjizat yang sangat agung dan merupakan bukti kerasulan Nabi Muhammad dan wujudnya Allah SWT. Al-Quran juga merupakan satu-satunya kitab yang di dunia yang melepasi ujian waktu. Selainnya, semua kitab-kitab samawi yang lain seperti Taurat dan Injil telah diubah oleh tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab terhadap agamanya. 

Selama 1400 tahun, al-Quran tetap di pelihara, baik secara lisan maupun tulisan. Dan kitab inilah yang senantiasa menjadi rujukan manusia sepanjang zaman baik pada awal pemulaan kemunculan Islam sehingga pada akhir zaman. 


Di dalam al-Quran, sebahagian ayat di dalamnya menyuruh kita berfikir dan meluaskan pandangan terhadap ciptaan dan juga ilmu pengetahuan. Hanya sedikit di dalamnya membahas tentang hukum. Ini membuktikan ilmu pengetahuan sejalan dengan perkembangan zaman yang menetapkan dan menegaskan bahwa pada zaman ini, ilmu pengetahuan sangat penting dalam mendepani cabaran-cabaran kehidupan dan globalisasi. 

Antara ilmu pengetahuan yang ada di dalam al-Quran adalah mengenai kosmologi, astronomi, astrologi, ilmu-ilmu alam, sejarah, sosial, antropologi, biologi, meneralogi, pertanian, arkeologi dan lain-lain lagi. 

Mengingkari realitas ini akan membawa manusia kepada anarki dan kebingungan serta merampas kedamaian dan ketenteraman batinnya, hingga membuat mereka merasa hidupnya berada di dalam kekosongan. Mengingkari adanya Allah Maha Pencipta yang dilakukan oleh para ilmuan akan membawa mereka kearah sikap menyalah gunakan sumbe-sumber kekayaan alam untuk menghancurkan manusia dan nilai-nilai hidupnya. 

Jiwa manusia akan tetap pada taraf yang rendah seperti binatang jika manusia itu tidak mengenal penciptanya kecuali ia mengenal tuhannya. Tanpa mengenal tuhannya, dia akan makan, minum dan berkembang biak sama halnya dengan binatang, malah lebih dari itu. Jadi semua itu dapat diperbaiki dengan adanya ilmu pengetahuan agar keadilan sosial di dalam kehidupan dapat di perbaiki dan di manfaatkan oleh generasi seterusnya bagi mengenal siapa dirinya sendiri.

a. Sejarah

Tidak diragukan lagi, kebanyakan dari masyarakat dunia ketika ini mengakui bahwa sumber ilmu pengetahuan itu berasal dari Barat. Dari hasil penelitian mereka dan hasil yang mereka dapatkan, maka mereka mampu menguasai dunia dengan ilmu pengetahuan dan hasilnya juga, seluruh dunia berkiblatkan Barat oleh karena mereka menguasai ilmu pengetahuan. Seolah-olah mereka lupa yang bahwa Barat pernah berada di zaman kegelapan. 

Perlu kita telusuri dengan jujur bahwa perkembangan ilmu pengetahuan telah berlangsung sejak Adam di ciptakan. Firman Allah swt:

zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ   (#qä9$s% y7oY»ysö6ß Ÿw zNù=Ïæ !$uZs9 žwÎ) $tB !$oYtFôJ¯=tã ( y7¨RÎ) |MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOŠÅ3ptø:$# ÇÌËÈ  

“Dan ia telah mengajarkan Nabi Adam, akan segala nama benda-benda dan gunanya, kemudian ditunjukkannya kepada malaikat lalu ia berfirman: "Terangkanlah kepadaKu nama benda-benda ini semuanya jika kamu golongan yang benar.” Malaikat itu menjawab: "Maha suci Engkau (Ya Allah)! Kami tidak mempunyai pengetahuan selain dari apa Yang Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkau jualah Yang Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana" (QS: al-Baqarah: 31-32)

Di dalam menjelaskan hal di atas, adanya dua kondisi yang perlu kita catat, pertama: manusia mempunyai ilmu yang luas berbanding manusia. Kedua: Adam sebagai manusia pertama di dunia, benar-benar telah memahami segala bentuk sesuatu pada waktu hidup sehingga keturunannya yang terakhir.[1]

Jadi, Adam sebagai manusia pertama telah pun mempunyai ilmu pengetahuan yang tinggi serta mengembangkannya kepada generasi-generasi penerusnya. Ini dibuktikan dengan pembinaan kapal Nabi Nuh yang pada waktu itu merupakan kapal yang terhebat dan termoden di zamannya.

Al-Quran juga menegaskan bahwa pentingnya ilmu pengetahuan untuk menelusuri kehidupan di dunia sebagaimana firman Allah swt:

ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ    
“Bacalah (Wahai Muhammad) Dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan (sekalian makhluk), Ia menciptakan manusia dari sebuku darah beku, Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang mengajar manusia melalui pena dan tulisan, Ia mengajarkan manusia apa Yang tidak diketahuinya.” (QS: Al-‘Alaq:1-5)

Allah memerintahkan kepada manusia supaya membaca agar manusia sadar akan hakikat dirinya yang diciptakan oleh Tuhan. Apabila manusia itu berilmu, manusia akan sadar betapa kerdil dirinya di hadapan Tuhannya. Melihat dari ayat yang ke 4, “Yang mengajarkan manusia melalui pena dan tulisan,”, di dalam arti kata yang lain, tidak lain dan tidak bukan adalah buku atau sesuatu bahan yang mempunyai bentuk dan simbol yang kita fahami. 

b. Korelasi antara Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan

Membahas hubungan antara Al Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari banyak atau tidaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi yang lebih utama adalah melihat : adakah al-Quran atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau mendorongnya, karena kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya diukur melalui sumbangan yang di berikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan sosial yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh (positif atau negative) terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. 

Sejarah membuktikan bahwa Galileo ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya tidak mendapat tantangan dari satu lembaga ilmiah, kecuali dari masyarakat dimana ia hidup. Mereka memberikan tantangan kepadanya atas dasar kepercayaan agama. Akibatnya, Galileo pada akhirnya menjadi korban penemuannya sendiri.[2]

c. Sumber Ilmu Pengetahuan.

Islam merupakan agama yang lengkap lagi komprehensif. Konsep kesempurnaan ini dikenali sebagai syumuliyyah di dalam Islam. Hal ini di nyatakan di dalam surah al-maidah, Firman Allah SWT:

“….sebaliknya hendaklah kamu takut dan gentar kepadaKu. pada hari ini, Aku telah sempurnakan bagi kamu ugama kamu, dan Aku telah cukupkan nikmatKu kepada kamu, dan Aku telah redakan Islam itu menjadi ugama untuk kamu…”  
(QS: Al-Maidah: 3)

Bagi memperincikan konsep ini, dalam ushul ‘isyrin Hasan al-Banna berkata: “Ajaran Islam adalah menyeluruh mencakupi kesemua bidang kehidupan. Islam adalah Negara dan watan atau pemerintah dan umat. Ia adalah akhlak dan kekuatan mahupun rahmat dan keadilan. Ia juga adalah pengetahuan dan undang-undang ataupun ilmu dan kehakiman. Islam juga menekankan aspek kebendaan dan harta ataupun usaha dan kekayaan. Di samping itu, Islam mementingkan jihad dan dakwah ataupun ketenteraan dan fikrah. Isalam adalah akidah yang benar dan ibadah yang sah.”[3]

Selain itu, antara sumber yang membuktikan al-Quran ini merupakan sumber ilmu pengetahuan adalah perkataan ‘ayat’ di dalam bahasa arab ialah tanda atau bukti. Ayat-ayat ini merupakan bukti yang tersembunyi alam semesta yang menunjukan kekuasaan Allah swt. Antara ayat yang menunjukan kekuasaan yang membuatkan kita berfikir dan mengkaji adalah:
Ÿxsùr& tbrãÝàYtƒ n<Î) È@Î/M}$# y#øŸ2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ   n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#øŸ2 ôMyèÏùâ ÇÊÑÈ   n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#øx. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ   n<Î)ur ÇÚöF{$# y#øx. ôMysÏÜß ÇËÉÈ  

“(Mengapa mereka Yang kafir masih mengingkari akhirat) tidakkah mereka memperhatikan keadaan unta bagaimana ia diciptakan?, Dan keadaan langit bagaimana ia ditinggikan binaannya?, Dan keadaan gunung-ganang bagaimana ia ditegakkan?, Dan keadaan bumi bagaimana ia dihamparkan?” 
(QS: Al-Ghasyiah: 17-20)

Allah mengiktiraf orang yang mengkaji ilmu pengetahuan ini sebagai ‘ulil albab’ dan memuliakan mereka. Di dalam surah ali Imran, Allah swt berfirman:

žcÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ   tûïÏ%©!$# tbrãä.õtƒ ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNÎgÎ/qãZã_ tbr㍤6xÿtGtƒur Îû È,ù=yz ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $uZ­/u $tB |Mø)n=yz #x»yd WxÏÜ»t/ y7oY»ysö6ß $oYÉ)sù z>#xtã Í$¨Z9$# ÇÊÒÊÈ  

“Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi, dan pada pertukaran malam dan siang, ada tanda-tanda (kekuasaan, kebijaksanaan, dan keluasan rahmat Allah) bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang menyebut dan mengingati Allah semasa mereka berdiri dan duduk dan semasa mereka berbaring mengiring, dan mereka pula memikirkan tentang kejadian langit dan bumi (sambil berkata): "Wahai Tuhan kami! tidaklah Engkau menjadikan benda-benda ini Dengan sia-sia, Maha suci engkau, maka peliharalah Kami dari azab neraka.” (QS: Ali Imran: 190-191)

          
Menurut Dr Danial Zainal Abidin, Ulil Albab ialah golongan yang menggunakan akal dengan sempurna bagi mengkaji sehingga mampu meletakan segala perkara pada perspektifnya yang betul. Mereka mementingkan zikir dan fikir. Dalam konteks fikir, mereka suka mengkaji fenomena-fenomena yang berkaitan dengan kejadian alam.[4] 

Seorang tokoh sains di dunia Barat, Maurice Bucaille, ia menyatakan di dalam bukunya La Bible La Quran et La Science (Bible, Quran dan Sains Moderen) bahwa proses penafsiran sains dalam menilai kitab al-Quran adalah : “Menerima campur tangan sains di dalam menilai kitab al-Quran dengan memberikan perhatian pada fakta yang ditunjukan oleh ayat al-Quran tidak ada pada teori yang di ungkap oleh para ilmuan.”[5]

Ia melakukan penafsiran dengan menentukan tema yang besar dan sub dari tema yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan tema tersebut dapat ungkapannya dalam ayat al-Quran, lalu ia menganalisis ayat yang relevan dengan menggunakan pendekatan simentik atau makna literal ayat terlebih dahulu, lalu di kaitkan dengan ilmu pengetahuan yang diketahuinya. 

Di antara tema yang dipilihnya adalah penciptaan langit dan bumi, astronomi dalam al-Quran, alam tumbuhan dan binatang, dan reproduksi manusia. Sebagai contoh, dalam tema astronomi dalam al-Quran, terdapat subtema, yaitu pemikiran umum tentang langit, watak-watak benda langit, pengaturan langit dan menaklukan ruang angkasa. 

Menurut al-Ghazali pula, semua pemahaman tentang al-Quran yang terbentuk atas dasar analisis atau nalar atas berbagai teori alam dan hasil pemikiran merupakan rumus dan petunjuk al-Quran yang hanya dapat diperoleh oleh para ilmuan yang ingin memahami rahasia-Nya. 

Oleh karena itu, menurut imam al-Ghazali, pemahaman sebatas pengertian lahir saja tidak akan mengantarkan kepada pengertian al-Quran yang sesungguhnya, kecuali melalui oleh berbagai pakar. Karena di dalam al-Quran, terdapat ciptaan-ciptaan, teori-teori atau objek-objek penelitian. Teori-teori dan dalil-dalil di dalam al-Quran hanya dapat dimengerti oleh mereka yang ahli di dalam bidangnya.[6]

d. Aspek Tarbawi 

Pendidikan Islam adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai islam pada peserta didik melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi fitrah nya mencapai keseimbangan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspek. 

Fungsi Al-Qur’an adalah sebagai petunjuk, sebagai penerang jalan hidup, pembeda antara yang benar dan salah, penyembuh penyakit hati, nasehat dan sumber informasi sebagai sumber informasi Al-Qur’an mengajarkan banyak hal pada manusia dari persoalan keyakinan, moral, prinsip-prinsip ibadah dan muamalah sampai kepada asas-asas ilmu pengetahuan. 

Mengenai ilmu pengetahuan, Al-Qur’an memberikan wawasan dan motivasi kepada manusia untuk memperhatikan dan meneliti akan sebagai manivestasi kekuasaan Allah, dari hasil pengkajian dan penelitian fenomena alam kemudian melahirkan ilmu pengetahuan. 

Al-Qur’an tidak hanya sebagai petunjuk bagi suatu umat tertentu dan untuk periode waktu, tertentu melainkan menjadi petunjuk yang universal dan sepanjang waktu. Al-Qur’an adalah aksis bagi setiap zaman dan tempat. Petunjuknya sangat luas, seperti luasnya umat manusia dan meliputi segala aspek kehidupannya. 

Proses aktualisasi nilai-nilai Al-Qur’an dalam pendidikan meliputi tiga dimensi kehidupan yang harus dibina dan dikembangkan oleh pendidikan diantaranya : 

1. Dimensi spiritual yaitu iman, taqwa dan akhlak mulia yang tercermin dalam ibadah dan muamalah 

2. Dimensi budaya, kepribadian yang mantap bertanggung jawab, kemasyarakatan dan kebangsaan 

3. Dimensi kecerdasan yang membawa pada kemajuan yaitu cerdas, kreatif, terampil, disiplin, etos kerja, profesional, inovatif dan produktif.[7]


[1] Abdul Majid Bin Aziz Az-Zindani…., Mukjizat al-Quran dan Sunnah Tentang IPTEK, Gema Insani Press, Jakarta, 1997, hal 46 
2] http://wildaznov11.blogspot.com/2009/01/al-quran-dan-ilmu-pengetahuan.html
[3] Danial Zainal Abidin, Quran Saintifik: Meneroka Kecemerlangan Quran Daripada Teropong Sains, PTS Millenia, Kuala Lumpur, 2009…hal 1 
[4] Danial Zainal Abidin, Quran Saintifik…hal 6 
[5] Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial, Amzah, Jakarta, 2007.. hal 33 
[6] Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial,.. hal 28 
[7] http://bibun-ibnusaifuri.blogspot.com/2012/03/makalah-al-quran-sebagai-sumber-ilmu.html


Tiada ulasan: