Jari ini bergerak lagi,
Kali ini kembali,
Menari-nari di atas pentas hati,
Cuba untuk mengoreksi diri,
Kembali...
Kaki melangkah tiada henti,
Akhirnya berehat seketika,
Berdiri memandang langit biru,
Melihat mentari tegak berdiri,
Perjalanan hidup dirasakan indah,
Sepi tiada teman.
Hakikat pemusafir,
Berjalan dan terus berjalan tanpa henti,
Yang di pertengahan jalan,
Berhenti...
Kesepian datang menyapa,
Bagaikan hembusan angin yang berlalu,
Sepi,
Tiada yang menemani,
Terduduk sendiri,
Hati merasakan sendiri.
Melihat kembali ke langit.
Masihkah ada awan yang kelabu,
Untuk menyegarkan pandangan jiwa,
Masihkan ada ruang dimensi,
Mengisi kehidupan baru.
Namun sebenarnya alpa,
Kerana tidak menyangka,
Hakikatnya kita tidak sendiri,
Tidak menyedari,
Masih ada hakikat tersembunyi,
Masih ada lagi,
Yang berada di sisi.
Hidup ini,
Tidak bisa sendiri,
Sedangkan pasangan hidup itu mati,
Sedangkan ruh sendiri kenal siapa yang bisa di dekati,
Masih ada sahabat yang menanti,
Kehadirannya di nanti...
Sahabat,
Dengarkanlah,
Bahawa ikatan ini,
Tidak akan terlerai,
Tidak akan musnah,
Tidak akan rapuh,
Lantaran ikatan ini,
Bukan ikatan biasa,
Bukan ikatan sembarangan,
Tapi sebuah ikatan hidup mati,
Jika aku sendiri,
Temanilah diri ini...
Mentari mulai condong ke ufuk barat,
Saatnya untuk berjalan kembali,
Setelah berhenti seketika,
Pengubat lelah,
Awan berarak,
Angin menghembus,
Kembali menoleh ke belakang
"Sahabat, Kau adalah tempatku bersandar dan berteduh,
Disaat aku lelah,
Terima Kasih Sahabatku"
~Kembali bermain dengan tarian hati.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan