Dulu, aku berjalan sendirian,
Dulu, Aku kesunyian,
Dulu, Aku punya kenangan,
Dulu, Aku punya tangan,
Tapi aku berada di sebuah perjalanan musafir,
Di tengah-tengah jalan padang pasir,
Yang aku tidak tahu susur jalur,
Aku meniti sebuah alur
kehidupan yang penuh dengan fatamorgana,
Aku sendiri menangisi sendirian,
Walau aku punya teman,
Infiniti
Tanpa Ruang Dimensi,
Aku menulis di dalam kanvas hati,
Sendiri,
Di dalam kegelapan aku melakarkan kata-kata hati,
Sendiri,
Berada di awang-awangan angkasa sendiri.
Kau tahu isteriku,
Suatu hari aku terpana,
Terbuka mataku kerana terpesona,
Melihat sang bidadari menyapa,
Aku masih lagi sirna,
Aku membuka mataku,
Aku menggosok mataku,
Aku merasa terpukau,
"Ah...bidadari sih!" bentak hatiku...
Bukan bidadari biasa,
tapi Bidadari Sewaktu aku di dunia,
Isteriku,
Itulah dirimu,
Bidadari yang ku tunggu,
Aku mengerti dirimu malu,
Lantaran aku sang putera raja hatimu,
Memegang tanganmu,
Memimpinmu,
Cuba membawamu,
ke pintu Jannah,
Kau tahu isteriku,
Jika kau melepasi pintu itu,
Maka kaulah ketua bidadari untukku,
Masihkah kau ingat ayat ini duhai kekasihku,
"Maka nikmat yang manakah yang ingin kau dustakan?"
Semua itu nikmat yang tidak ternilai,
Sehingga semua bidadari yang menginginkan diriku,
Mendemontrasi menunggu giliran untuk melayaniku,
Manifesto mereka lakukan untuk menaklukan diriku,
tapi kau sentiasa bersamaku,
Saat kita di dunia,
sampai saat ini kau sentiasa bersamaku,
di mana jua kita pergi,
Kau juga bersamaku,
walau berjauhan darimu,
Kau tetap di hatiku..
Dulu, Aku kesunyian,
Dulu, Aku punya kenangan,
Dulu, Aku punya tangan,
Tapi aku berada di sebuah perjalanan musafir,
Di tengah-tengah jalan padang pasir,
Yang aku tidak tahu susur jalur,
Aku meniti sebuah alur
kehidupan yang penuh dengan fatamorgana,
Aku sendiri menangisi sendirian,
Walau aku punya teman,
Infiniti
Tanpa Ruang Dimensi,
Aku menulis di dalam kanvas hati,
Sendiri,
Di dalam kegelapan aku melakarkan kata-kata hati,
Sendiri,
Berada di awang-awangan angkasa sendiri.
Kau tahu isteriku,
Suatu hari aku terpana,
Terbuka mataku kerana terpesona,
Melihat sang bidadari menyapa,
Aku masih lagi sirna,
Aku membuka mataku,
Aku menggosok mataku,
Aku merasa terpukau,
"Ah...bidadari sih!" bentak hatiku...
Bukan bidadari biasa,
tapi Bidadari Sewaktu aku di dunia,
Isteriku,
Itulah dirimu,
Bidadari yang ku tunggu,
Aku mengerti dirimu malu,
Lantaran aku sang putera raja hatimu,
Memegang tanganmu,
Memimpinmu,
Cuba membawamu,
ke pintu Jannah,
Kau tahu isteriku,
Jika kau melepasi pintu itu,
Maka kaulah ketua bidadari untukku,
Masihkah kau ingat ayat ini duhai kekasihku,
"Maka nikmat yang manakah yang ingin kau dustakan?"
Semua itu nikmat yang tidak ternilai,
Sehingga semua bidadari yang menginginkan diriku,
Mendemontrasi menunggu giliran untuk melayaniku,
Manifesto mereka lakukan untuk menaklukan diriku,
tapi kau sentiasa bersamaku,
Saat kita di dunia,
sampai saat ini kau sentiasa bersamaku,
di mana jua kita pergi,
Kau juga bersamaku,
walau berjauhan darimu,
Kau tetap di hatiku..
ALLAH...
Nikmat yang manakah yang ingin aku dustakan...
Nikmat yang manakah yang ingin aku dustakan...
Abdullah Hakimi
Blang Kreung,
8.00 WIB,11 Mei 2011
Tiada ulasan:
Catat Ulasan